Langsung ke konten utama

Matinya Record Label dan Bisnis Musik


Tahun 90-an adalah masa-masa ajaib dunia musik setidaknya buat saya. Tidak hanya musik-musik pada jaman itu, namun juga masih keberadaan kaset. Betul dijaman itu saya masih ke toko musik untuk membeli album dari band yang saya suka.

Buat saya pribadi yang suka dengan musik tahun 90-an dikarenakan masa itu adalah masa remaja saya. Pada saat itu untuk mendengarkan lagu, saya harus membeli album band atau singer yang saya suka. Diluar dari itu saya harus mendengarkannya di radio.

Sangat berbeda dengan jaman sekarang yang hampir semua orang bisa menikmati musik hanya dengan smartphone mereka. Mereka bisa memilih lagu yang ingin mereka dengar ataupun bisa juga streaming radio (online) yang hanya ingin mendengarkan jenis musk tertentu saja yang sesuai dengan musik yang mereka sukai.

Kembali ke jaman dahulu ketika musik bisnis sangat berbeda dengan saat ini. Ada beberapa bisnis musik yang belum mati hingga saat ini salah satunya adalah live music. Bisnis musik yang lain yaitu menjual album, sudah sangat jarang kita temui, walaupun masih ada musisi yang menjual albumnya dalam bentuk fisik yang memang lebih diperuntukkan ke die hard fans atau para collector.

Namun saya akan lebih berfokus pada label rekaman atau record label. Record label sendiri bisa disebut sebuah perusahaan yang bergerak di bidang musik. Dimana lingkupnya adalah sebuah record label akan mencari musisi yang bisa dijual sehingga mendapatkan keuntungan ke perusahaan. Musik yang dijual tentu saja album fisik dari musisi itu sendiri.

Musisi yang di rekrut ini record label ini akan didanai rekaman, dari mentah hingga produk yang akan siap dijual (album fisik). Tentu saja dari label untuk marketing, iklan, membuat video clip, dan promosi yang lain seperti jadwal konser dan interview merupakan bagian dari tanggung jawab label. Dari sekian banyak hal tadi tidak heran sebuah record label akan mendapat bagi hasil yang lebih besar dari musisinya. 

Untuk yang belum tau jaman dulu untuk bisa membuat studio rekaman itu biayanya sangat tinggi, jaman itu studio latihan tidak banyak yang bisa digunakan untuk rekaman. Kalaupun bisa, umumnya hasil dari rekamannya tidak sebaik apa yang ditawarkan dari record label. Umumnya para musisi jaman dulu akan merekam di studio sesuai kemampuan musisinya sebagai demo yang akan disetor ke pihak label dengan harapan mendapatkan kontrak rekaman dari perusahan rekaman (record label).

Sedangkan perusahaan rekaman biasanya memiliki studio yang lebih baik, baik dari SDM, sebagai tenaga mixir dan mastering begitu juga dengan alat-alat rekaman, baik dari alat musiknya yang variasi hingga alat untuk merekamnya.

Kualitas yang terbaik ini adalah salah satu nilai jual dari record label itu sendiri. Plus channel dari record label untuk marketing, bisa melalui media telivisi radio dan acara-acara musik besar lainnya menjadi nilai yang susah ditandingi.  Hal inilah yang menjadikan salah satu tujuan musisi untuk menggapai kesuksesan dan ketenaran.

Berbeda dengan saat ini, seorang musisi bisa dengan cukup mudah untuk mengeluarkan atau menerbitkan lagunya dan mengedarkannya di media internet. Merekam karya mereka baik bisa dalam bentuk suara ataupun lagu yang secara mudah di upload ke media social seperti youtube, facebook, instagram hingga tik-tok.

Dari segi marketing, seorang musisi saat ini sudah bisa langsung mengambil alih apa yang dulunya menjadi "jualan" dari record label untuk mempromosikan musiknya.

Ditambah lagi perlengkapan home recording saat ini sudah sangat murah jika kita bandingkan dengan jaman dulu. Bisa kita lihat rekaman dengan menggunakan software komputer saat ini juga sangat mudah. Ada sofware DAW (Digital Audin Workstation) dari yang gratisan hingga yang berbayar. Tentu saja feature yang ditawarkan juga berbeda.

Harga yang ditawarkan cukup amsuk akal dan bisa menjadi investasi jangka panjang. Walaupun begitu musisi juga masih bisa merekam karyanya dia studio-studio kecil yang menawarkan harga yang cukup bersahabat. Ini dikarenakan harga hardware untuk recording sudah tidak semahal dulu lagi.

Hal positif dari ini adalah musisi sekarang akan punya banyak pilihan untuk merekam karya mereka dan me-released-nya dengan sangat mudah, membuat musik yang beredar saat ini menjadi tidak hanya dari label-label besar namun bisa langsung secara independent (individu).

Dengan mudahnya dan murahnya mereleased sebuah single ataupun album di media sosial (social media), baik itu spotify, youtube music atau sejenisnya, ini membuat musik-musik independent juga sangat mudah diakses dimanapun.

Secara tidak langsung hal ini akan berpengaruh pada record label dan keberlangsungan bisnis musik secara umum (baca: industri musik) yang umumnya dipegang oleh perusahan rekaman besar.

Namun jangan salah tangkap, untuk bisnis rekording menurut saya masih akan ada dan tidak akan mati, setidaknya untuk saat ini. Ini dikarenakan pada akhirnya musisi sendiri akan tau perbedaan hardware pada recording secara tidak langsung akan menghasilkan kualiatas suara audio yang berbeda juga. 

Seperti pembuatan film yang membutuhkan soundtrack atau jingle-jingle untuk iklan. Begitu juga dengan band-band yang sudah punya nama besar dan tau hasil recording yang diinginkan membutuhkan kualitas yang terbaik. Untuk mencapai ini tentu dibutuhkan hardware yang tidak murah juga.

Namun secara umum sebuah perusahan rekaman (major record label) akan kesulitaan untuk menghidupi perusahaan dan karyawannya ketika saat ini musisi-musisi bisa langsung mengedarkan ke perusahaan seperti youtube, apple music dan spotify hampir secara langsung tanpa proses seleksi layaknya sebuah band yang bisa di rekrut oleh sebuah major label.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa itu Lick, Riff, Pattern?

Belajar musik sebenarnya mirip dengan bahasa Indonesia. Prinsip tentang pengenalan lick, riff dan pattern . Jika dalam bahasa Indonesia, Inggris atau bahasa apapun kita mengenal adanya huruf, begitu juga dengan musik, kita mengenal nada. Dari nada-nada yang tersusun ini bisa membentuk sesuatu yang dinamakan lick , riff dan pattern . Namun ketiganya berbeda. Dari identifikasi ketiganya dapat berfungsi dalam pengembangan permainan solo, melody, hingga pencipataan lagu. Pattern disebut juga dengan motif, jika didalam bahasa Indonesia/Inggris sebuah huruf yang terangkai bisa menjadi sebuah kata. Contoh kata "aku", sedangkan di musik, 2 atau 3 nada saja bisa menjadi sebuah motif atau pattern , semisal, do - mi - sol,  re - mi - do, atau mi - fa - sol - do. Ibarat kalimat pada bahasa Indonesia/Inggris, riff adalah kalimat di lagu, penggabungan dari 2 motif ( pattern ) atau lebih, biasanya riff terbentuk dari 1 hingga dua bar. Penciptaan riff ini sendiri biasanya penge...

Membedakan Teknik Apoyando dan Tirando

2 teknik dasar pada permainan gitar klasik adalah apoyando dan tirando. Dua teknik ini menjadi acuan yang biasanya di latih pada berbagai scale. Namun ada beberapa hal yang saya cermati dari dua teknik ini. Pada sebuah piece kebanyakan para gitaris lebih banyak menggunakan teknik tirando dikarenakan notes yang di mainkan dalam satu ketukan lebih dari dua nada. Tapi sebelum lebih jauh, saya akan menggambarkan secara sederhana yang membedakan dua teknik ini. Apoyando disebut juga rest stroke . Artinya ketika jari tangan kanan memetik senar, misal dengan jari i (telunjuk) maka jari setelah memetik senar akan menempel pada senar di atasnya (beristirahat/ rest ). Contoh, ketika jari memetik senar 1, setelah memetik jari akan beristirahat di senar 2. Jika senar 2 dipetik maka setelah memetik, jari akan beristirahat di senar 3, begitu seterusnya. Teknik ini banyak di gunakan pada single note , atau berfungsi memberikan accent atau tekanan untuk melodi tertentu. Lain hal dengan tekni...

Cara Memilih Gitar Untuk Anak Usia Dibawah 12 Tahun

Beberapa bulan terakhir banyak sekali yang menanyakan kepada saya, apa gitar yang cocok untuk anaknya? Dimana usia anak mereka di rentang usia 6 tahun hingga 12 tahun. Sedikit tricky untuk memilih gitar untuk anak usia 12 tahun. Namun satu hal yang jadi pertimbangan adalah kenyaman. Hal ini akan menjadikan anak untuk giat belajar gitar. Jika si anak merasa instrumennya tidak nyaman untuk dimainkan, ini bisa jadi mengurangi semangat dia untuk berlatih setiap harinya. Kenyamanan yang seperti apa? Yang pertama adalah pilih gitar yang dengan ukuran yang sesuai dengan fisiknya. Misalkan si anak memiliki fisik yang kecil, misal si anak masih berusia 6-8 tahun, tidak ada salahnya membeli gitar dengan ukuran 1/2, secara fisik otomatis gitar ini lebih mungil dari ukuran gitar standar, dan skala yang diberikan juga lebih pendek, karena hal ini memudahkan anak dalam memainkannya. Dengan skala yang yg lebih pendek maka senar akan terasa lebih empuk untuk ditekan dibanding ukuran gitar full size. J...