Langsung ke konten utama

Alasan Saya Tidak Suka dengan Spotify

Di era digital seperti saat ini semua hal bergeser dengan sangat cepat. Pertumbuhan teknologi yang sangat cepat sehingga membuat kita para musisi juga harus cerdik.

Namun disini saya hanya ungkapan perasaan saya terhadap aplikasi musik yang populer saat ini. Adapun jenisnya sangat beragam dari apple music, google play music, spotify dan mungkin masih banyak lagi aplikasi musik sejenisnya.

Jika kamu seorang penikmat nasi goreng di sebuah warung. Pernahkan terpikirkan proses dibelakang itu? Bagaimana nasi goreng yg awalnya dari nasi (beras) beserta bumbu-bumbunya diracik dan dimasak hingga disuguhkan kehadapanmu. Anda memakannya dan membayarnya, anda bilang ini harga yang sangat pantas karena anda suka nasi goreng tersebut.

Dari hal tersebut ini tidaklah berbeda dengan musik yang Anda dengar. Musik yang masuk ke gendang telinga Anda, merasuki pikiran dan mungkin alam bawah sadar Anda hingga otak mengatakan kepada Anda "aku suka musik ini".

Kita lihat proses paling sederhana bagaimana musik tadi tersaji. Seorang musisi mendapat ide lagu. Dia olah atau kita bisa sebut dia mengaransemen. Lalu merekamnya. Di proses di studio, mixing dan masterin. Lalu menggugahnya di internet. Ke spotify, Anda bisa mendengarnya melalui aplikasi yang gratis atau berbayar bulanan.

Tidak ada yang salah bukan. Tapi akan saya jabarkan sedikit lagi. Proses mixing mastering sebuah lagu butuh waktu tenaga dan tidak semua orang bisa melakukannya. Jadi proses ini membutuhkan waktu dan tenaga ahli (baca: biaya).

Proses rekaman, juga membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Sebelum rekaman mereka mengaransemen. Dan ini bukan pekerjaan mudah. Butuh latihan juga yang pasti menghabiskan biaya.
Sebagai musisi biasanya mereka juga memiliki instrumen sendiri, bisa gitar, keyboard, pedal efek dan lain lainnya yang menghabiskan tidak sedikit biaya.
Sebelum proses rekaman musisi tersebut tentunya perlu latihan atau mengulik lagu yang akan direkam. belum lagi sebelum musisi tersebut bisa membuat karya atau punya keahliannya, mereka perlu belajar teknik-teknik bermusik baik secara otodidak ataupun melalui kursus musik yang tentunya menghabiskan biaya dan waktu yang tidak sedikit.

mungkin Anda bisa membayangkan waktu dan biaya yang tidak sedikit, yang menghabiskan ribuan jam dan jutaan mungkin hingga puluhan juta  rupiah (tergantung dimana musisi itu tinggal untuk meningkatkan skill bermusiknya).

Sekarang kita bayangkan layanan aplikasi berbayar spotify. Anda mungkin berlangganan bulanan, Anda sudah mensupport applikasi tersebut. Lalu pernahkan Anda terpikir atau setidaknya saya memikirkan berapa royalti yang didapat musisi tersebut. Ternyata sangatlah kecil jika dibanding seorang musisi menjualkan albumnya secara langsung. Penjualan langsung ini bisa berupa CD atau mp3 download melalui google play store atau apple music. 

Hal ini bukan saya membenci sepenuhnya applikasi jenis ini, karena toh banyak musisi yang pada akhirnya "join", yang menurut saya mereka "terpaksa" melakukannya karena ini sebuah medan pertempuran yang tidak bisa mereka hindari.

Tidak semua musisi tentu saja mengandalkan pemasukan dari spotify. Musisi disini jangan hanya dilihat dari musisi besar yang sudah terkenal, tapi ini juga musisi independen yang juga ingin berkarya dan menyabung hidupnya di dunia musik. Support untuk mereka adalah acara-acara kecil dengan bayaran pantas, membeli album mereka secara langsung. Semoga uneg-uneg saya ini bisa bermanfaat. :-)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa itu Lick, Riff, Pattern?

Belajar musik sebenarnya mirip dengan bahasa Indonesia. Prinsip tentang pengenalan lick, riff dan pattern . Jika dalam bahasa Indonesia, Inggris atau bahasa apapun kita mengenal adanya huruf, begitu juga dengan musik, kita mengenal nada. Dari nada-nada yang tersusun ini bisa membentuk sesuatu yang dinamakan lick , riff dan pattern . Namun ketiganya berbeda. Dari identifikasi ketiganya dapat berfungsi dalam pengembangan permainan solo, melody, hingga pencipataan lagu. Pattern disebut juga dengan motif, jika didalam bahasa Indonesia/Inggris sebuah huruf yang terangkai bisa menjadi sebuah kata. Contoh kata "aku", sedangkan di musik, 2 atau 3 nada saja bisa menjadi sebuah motif atau pattern , semisal, do - mi - sol,  re - mi - do, atau mi - fa - sol - do. Ibarat kalimat pada bahasa Indonesia/Inggris, riff adalah kalimat di lagu, penggabungan dari 2 motif ( pattern ) atau lebih, biasanya riff terbentuk dari 1 hingga dua bar. Penciptaan riff ini sendiri biasanya penge...

Membedakan Teknik Apoyando dan Tirando

2 teknik dasar pada permainan gitar klasik adalah apoyando dan tirando. Dua teknik ini menjadi acuan yang biasanya di latih pada berbagai scale. Namun ada beberapa hal yang saya cermati dari dua teknik ini. Pada sebuah piece kebanyakan para gitaris lebih banyak menggunakan teknik tirando dikarenakan notes yang di mainkan dalam satu ketukan lebih dari dua nada. Tapi sebelum lebih jauh, saya akan menggambarkan secara sederhana yang membedakan dua teknik ini. Apoyando disebut juga rest stroke . Artinya ketika jari tangan kanan memetik senar, misal dengan jari i (telunjuk) maka jari setelah memetik senar akan menempel pada senar di atasnya (beristirahat/ rest ). Contoh, ketika jari memetik senar 1, setelah memetik jari akan beristirahat di senar 2. Jika senar 2 dipetik maka setelah memetik, jari akan beristirahat di senar 3, begitu seterusnya. Teknik ini banyak di gunakan pada single note , atau berfungsi memberikan accent atau tekanan untuk melodi tertentu. Lain hal dengan tekni...

Cara Memilih Gitar Untuk Anak Usia Dibawah 12 Tahun

Beberapa bulan terakhir banyak sekali yang menanyakan kepada saya, apa gitar yang cocok untuk anaknya? Dimana usia anak mereka di rentang usia 6 tahun hingga 12 tahun. Sedikit tricky untuk memilih gitar untuk anak usia 12 tahun. Namun satu hal yang jadi pertimbangan adalah kenyaman. Hal ini akan menjadikan anak untuk giat belajar gitar. Jika si anak merasa instrumennya tidak nyaman untuk dimainkan, ini bisa jadi mengurangi semangat dia untuk berlatih setiap harinya. Kenyamanan yang seperti apa? Yang pertama adalah pilih gitar yang dengan ukuran yang sesuai dengan fisiknya. Misalkan si anak memiliki fisik yang kecil, misal si anak masih berusia 6-8 tahun, tidak ada salahnya membeli gitar dengan ukuran 1/2, secara fisik otomatis gitar ini lebih mungil dari ukuran gitar standar, dan skala yang diberikan juga lebih pendek, karena hal ini memudahkan anak dalam memainkannya. Dengan skala yang yg lebih pendek maka senar akan terasa lebih empuk untuk ditekan dibanding ukuran gitar full size. J...