Langsung ke konten utama

Bagaimana Mencintai Pekerjaan Anda sebagai Musisi?

Musisi? ya, di Indonesia sendiri mungkin banyak yang beranggapan pekerjaan sebagai musisi "bukan" sebuah profesi. Banyak juga yang memilih bekerja sebagai pekerjaan kantoran.

Tidak salah memang jika orang memilih bekerja sebagai karyawan. Namun maksud saya disini adalah tidak sedikit pula para karyawan, atau pebisnis yang suka bermusik, atau kebalikannya seorang musisi yang berbisnis (seperti saya :-P).

Di jaman sekarang orang bilang hidup makin berat makin banyak persaingan dan kadang ada yang menilai suatu pekerjaan dari gengsinya. Seberapa besar gengsi anda dipertaruhkan? berapa pendapatan yang anda raih dari profesi anda dan bla bla bla...masih banyak pertanyaan lain. Well, mungkin tidak seekstrim itu.

Saya pernah membaca artikel disuatu majalah yang membahas tentang musik, majalah ini ditujukan untuk para pengajar musik pada khususnya. Disalah satu artikelnya ditulis oleh seorang wanita yang mengaku dirinya sebagai Musisi (pianis) dan penulis. Disini saya kagum karena melihat wanita itu sebagai seorang yang bangga akan apa yang dilakukan.

Biasanya, mungkin juga saya salah, orang memperkenalkan diri didahuluinya dengan pekerjaan yang dianggap "umum", sebagai karyawan atau pengusaha, walaupun orang tersebut juga bisa memainkan alat musik.

Lalu bagaimana seseorang menjadi tidak percaya diri menyebut dirinya sendiri, tidak layaknya seperti arsitek atau akuntan. Dan bagaimana seorang akuntan atau arsitek tadi bisa dengan percaya diri dan bangga akan statusnya?

Sederhana, karena mereka menguasai ilmunya mereka jadi percaya diri. Begitu juga dengan musisi, diawali dengan belajar gitar dengan yang lebih ahli dari tidak bisa, hingga mahir. Setelah masa belajar gitar dasar hingga lanjut kelar (walaupun tidak ada kata berhenti untuk belajar), musisi tadi akan merasa lebih percaya diri ditambah lagi jika ia menghasilkan banyak karya yang berani ia perdengarkan ke masyarakat.

Saya jadi teringat sewaktu saya pertama kali belajar gitar, di sebuah kursusan di jogja. Pada waktu itu saya hanya sekedar belajar gitar, belum terpikir untuk kearah yang lebis serius. Makin lama saya mencoba untuk mendalami musik, dengan beralih ke gitar elektrik dan kemudian kembali ke klasik dan akustik. Dan menetapkan bahwa saya akan tetap dijalur musik sebagai musisi dan di fokuskan sebagai pengajar. Dari waktu yang saya lalui saya tanpa ragu menyebut diri saya musisi dan pengajar karena dari pengalaman dan ilmu yang saya dapat. Namun tidak berhenti disitu, saya mencoba menjadi seorang yang profesional, disini saya harus berkomitmen lebih dan terus belajar.

Ada saatnya juga bagi musisi muda untuk menunjukkan hasil belajar dengan mengikuti berbagai konser, yang dari lingkup home concert atau pun yang lebih besar. Sedangkan untuk grup dengan memperbanyak jam manggung mulai dari acara-acara sekolah, kampus, hingga lintas kota.

Proses inilah yang harus dinikmati, rasakan tiap hal-hal baik dari proses belajar gitar hingga bisa ke arah panggung bahkan rekording. Karena seorang musisi yang selalu belajar ibarat proses alam. bukan lah masalah hasil akhir saja yang dicari, mencapaiannya dari hati untuk ke hati.

Tidak semua orang mau menjadi musisi atau terpanggil menjadi musisi. Beruntunglah kita yang berkomitmen menjadi musisi tersebut , selain membahagiakan hati kita sendiri, juga untuk orang lain, tanpa mengenal ras dan status sosial tertentu.

Jadi, profesi sebagai musisi, kenapa tidak?
Saya adalah musisi, anda mau bergabung?

Cheers!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa itu Lick, Riff, Pattern?

Belajar musik sebenarnya mirip dengan bahasa Indonesia. Prinsip tentang pengenalan lick, riff dan pattern . Jika dalam bahasa Indonesia, Inggris atau bahasa apapun kita mengenal adanya huruf, begitu juga dengan musik, kita mengenal nada. Dari nada-nada yang tersusun ini bisa membentuk sesuatu yang dinamakan lick , riff dan pattern . Namun ketiganya berbeda. Dari identifikasi ketiganya dapat berfungsi dalam pengembangan permainan solo, melody, hingga pencipataan lagu. Pattern disebut juga dengan motif, jika didalam bahasa Indonesia/Inggris sebuah huruf yang terangkai bisa menjadi sebuah kata. Contoh kata "aku", sedangkan di musik, 2 atau 3 nada saja bisa menjadi sebuah motif atau pattern , semisal, do - mi - sol,  re - mi - do, atau mi - fa - sol - do. Ibarat kalimat pada bahasa Indonesia/Inggris, riff adalah kalimat di lagu, penggabungan dari 2 motif ( pattern ) atau lebih, biasanya riff terbentuk dari 1 hingga dua bar. Penciptaan riff ini sendiri biasanya penge...

Membedakan Teknik Apoyando dan Tirando

2 teknik dasar pada permainan gitar klasik adalah apoyando dan tirando. Dua teknik ini menjadi acuan yang biasanya di latih pada berbagai scale. Namun ada beberapa hal yang saya cermati dari dua teknik ini. Pada sebuah piece kebanyakan para gitaris lebih banyak menggunakan teknik tirando dikarenakan notes yang di mainkan dalam satu ketukan lebih dari dua nada. Tapi sebelum lebih jauh, saya akan menggambarkan secara sederhana yang membedakan dua teknik ini. Apoyando disebut juga rest stroke . Artinya ketika jari tangan kanan memetik senar, misal dengan jari i (telunjuk) maka jari setelah memetik senar akan menempel pada senar di atasnya (beristirahat/ rest ). Contoh, ketika jari memetik senar 1, setelah memetik jari akan beristirahat di senar 2. Jika senar 2 dipetik maka setelah memetik, jari akan beristirahat di senar 3, begitu seterusnya. Teknik ini banyak di gunakan pada single note , atau berfungsi memberikan accent atau tekanan untuk melodi tertentu. Lain hal dengan tekni...

Cara Memilih Gitar Untuk Anak Usia Dibawah 12 Tahun

Beberapa bulan terakhir banyak sekali yang menanyakan kepada saya, apa gitar yang cocok untuk anaknya? Dimana usia anak mereka di rentang usia 6 tahun hingga 12 tahun. Sedikit tricky untuk memilih gitar untuk anak usia 12 tahun. Namun satu hal yang jadi pertimbangan adalah kenyaman. Hal ini akan menjadikan anak untuk giat belajar gitar. Jika si anak merasa instrumennya tidak nyaman untuk dimainkan, ini bisa jadi mengurangi semangat dia untuk berlatih setiap harinya. Kenyamanan yang seperti apa? Yang pertama adalah pilih gitar yang dengan ukuran yang sesuai dengan fisiknya. Misalkan si anak memiliki fisik yang kecil, misal si anak masih berusia 6-8 tahun, tidak ada salahnya membeli gitar dengan ukuran 1/2, secara fisik otomatis gitar ini lebih mungil dari ukuran gitar standar, dan skala yang diberikan juga lebih pendek, karena hal ini memudahkan anak dalam memainkannya. Dengan skala yang yg lebih pendek maka senar akan terasa lebih empuk untuk ditekan dibanding ukuran gitar full size. J...